Dr.rer.pol. Heri Kuswanto dari ITS: Statistical Downscaling and Local Weather Forecast

“Dibutuhkan metode pendekatan statistical downscaling untuk mendapatkan ramalan cuaca dengan resolusi tinggi untuk mendukung penerapan General Circulation Model (GCM) atau jenis model iklim yang lebih beresolusi rendah” awal paparan Dr.rer.pol. Heri Kuswanto, M.Si. dari ITS Surabaya dalam Kuliah Tamu: Statistical Downscaling and Local Weather Forecast yang diselenggarakan Program Studi Magister Matematika Jurusan Matematika FMIPA Universitas Jember pada Jumat (15 Desember 2017). Bertempat di Ruang Multimedia Jurusan Matematika, Ketua Program Studi Pascasarjana Statistika ITS Surabaya ini memaparkan bahwa penerapan prakiraan cuaca lokal bisa menggabungkan GCM, downscaling dan tentunya memperhatikan iklim yang tidak menentu dewasa ini. “Data dari BMKG kita sangat kurang untuk prakiraan cuaca dengan tingkat rentang waktu yang minim seperti hari malah mungkin jam, karena data yang ada bersifat mingguan ataupun bulanan sehingga dibuntuhkan metode khusus yaitu statistical downscaling untuk penyelesaiannya” lanjut Doktor alumnus Hannover University, Jerman tersebut.

Sebelumnya Dr. Alfian Futuhulhadi, S.Si., M.Si. Ketua Program Studi Magister Matematika memberikan sambutan pada acara kuliah tamu yang diikuti mahasiswa dari beberapa Program Studi Magister yang ada di Universitas Jember. “Tren Statistical Downscaling and Local Weather Forecast yang membuat kami menyelenggarakan kegiatan ini dan juga bisa menjadi wawasan baru bagi mahasiswa magister khususnya bidang statistika” ujarnya. Jurusan Matematika khususnya dan FMIPA Universitas Jember umumnya juga berharap Dr.rer.pol. Heri Kuswanto, M.Si. yang Kaprodi Pascasarjana Statistika bisa menularkan ilmunya untuk persiapan pembukaan Program Studi Statistika di FMIPA.

Lebih detil lagi Dr. Heri menjelaskan tentang GCM yang tersusun dari banyak gridcell yang merepresentasikan area horisontal dan vertikal pada permukaan bumi. “Resolusinya sangat kasar atau rendah yaitu dikisaran dalam ukuran grid 100-500km, dengan gridcell yang bermodel homogen” terang pria yang menyelesaikan Postdoctoral Research Associate-Laval University, Canada tahun 2010. GCM tidak mempertimbangkan heterogenitas dari varibel iklim yang ada disetiap daerah karena resolusinya yang rendah. Maka downscaling-lah yang memodelkan keadaan iklim lokal dengan kondisi atmosfer.

(dokumentasi)

Downscaling sendiri ada dynamical dan statistical, dinamycal yang mengacu pada Regional Climate Model (RCM) yaitu GCM yang memiliki resolusi tinggi (20-50km) masih mengandung eror sistematik sehingga dibutuhkan koreksi bias dan dowscaling tersendiri agar menghasilkan resolusi yang jauh lebih tinggi. “Berbeda dengan statistical downscaling yang lebih melibatkan hubungan empiris antara historis dan/atau large scale atmospheric dengan suatu variabel iklim lokal akan mampu memprediksi kondisi cuaca jauh lebih spesifik pada wilayah yang telah ditentukan. Tentunya statistical downscaling jauh lebih sederhana dan efisieb dibandingkan RCM” jelas Wakil Ketua Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) Jawa Timur itu diakhir sesi presentasi Kuliah Tamu. Selanjutnya peserta kuliah tamu diberikan kesempatan tanya jawab kepada narasumber.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *